ini tulisan ustad agung.... Penjelasan ust. Agung: Sekedar pandangan pribadi berdasar pemahaman yg bisa saja SALAH : menurut pemahaman, ibadah Haji, hari Nahr('Id al Adha) dan puasa Arofah, masing-2 merupakan ibadah mustaqillah/yg terpisah/bukan satu rangkaian kecuali di Saudi saat aman. Sebab Haji adlh ibadah yg terikat dg waktu bdan tempat sekaligus, tetapi kalau 'Id dan puasa Arofah adlh ibadah yg terikat hanya dg waktu saja. Sehingga kalau pada waktu pelaksanaan haji (Dzulhijjah), tanah Haram (Saudi) sdg tidak aman, maka kewajiban haji menjadi gugur, tdk demikian dengan 'Id dan puasa Arofah, baik di Saudi aman atau sedang ada perang, baik ada yg wuquf atau tidak ada yg wuquf, maka tetap disunnahkan sholat 'Id dan berpuasa Arofah. Sehingga 'Id dan puasa Arofah di negara yg bukan Saudi atau negara yg awal bulannya tdk sama dg Saudi, tdk harus tergantung dg adanya pelaksanaan haji dan adanya pelaksanaan wuquf di Arofah. Karena 'Id dan puasa Arofah memang tidak ada hubungannya dg orang wuquf di Arofah, bukankah Rasulullah telah berpuasa AROFAH saat tdk ada orang wuquf ? (krn puasa Arofah itu memang disyariatkan berbarengan dg syariat puasa Ramadhon(th 2H), bahkan ada yg meriwayatkan semenjak th 1H bersamanaan dg puasa Asyuro(10 muharram). yg karenanya kalau Saudi sdg tdk aman, shg tdk ada yg org wuquf, bukan berarti gugur sunnah puasa Arofah dan tdk pula berarti gugur sholat 'Id. Ada yg tanya "Terus bagaimana bisa, puasa Arofah tdk harus menyesuaikan orang yg sedang wuquf ??? Lalu kalau begitu namanya puasa APA??? Penjelasannya sbb: 1. AROFAH menurut Ibnu Abidin adalah nama Hari dan nama Tempat (Hasyiah Raddil Mukhtar II/92 dan menurut imam Ar Raghib, Al Baghawi dan Al Kirmani AROFAH adlh nama Hari ke-9 dari bulan Dzulhijjah. Dan penamaan Arofah dg pengertian tgl 9 Dzulhijjah dan dg pengertian tempat di tanah haram sdh digunakan sebelum disyariatkan haji dan bukan karena adanya org wuquf dlm ibadah haji. 2. istilah SHAUM YAUMI AROFAH telah disabdakan Rasulullah sebelum disyariatkan haji, artinya bhw Rasulullah tdk mengaitkan puasa Arofah dg orang yg sedang wuquf di Arofah, bahkan Rasulullah telah melaksanakan puasa Arofah jauh sebelum ada orang yg wuquf di Arofah. Kalimat "Shoum Yaumi Arofah" dlm kaidah bahasa disebut "idhafah bayaniyah" yg dimaksud adlh keterangan waktu, dan bukan idhafah makaniyah/keterangan tempat, dan bukan juga idhafah fi'liyah/keterangan peristiwa. Dengan demikian penyandaran kata "Shoum" pada kalimat "Yaumi Arofah" utk menunjukkan bhw Yaumu Arofah (hari ke-9 Dzulhijjah) itu sebagai syarat sahnya shoum tsb. Dengan kata lain shoum Arofah terikat dg Miqot Yamani/ketentuan waktu, dan bukan terikat dg Miqot Makani/ketentuan tempat(puasa tdk harus di Arofah saja), dan bukan juga dg Miqot Fi'li/ketentuan peristiwa(puasa tsb tidak harus ketika ada org wuquf/ada orang wuquf atau tdk ada tetap sunnah puasa arofah), ketentuan puasa arofah harus pd tgl 9 Dzulhijjah itulah yg dijelas dalam hadits-2 yg lain, diantaranya "Kaana Rasulullah yashumu tis'a Dzilhijjati wa Yauma 'Asyura wa tsalatsata ayyaamin min kulli syahrin .." Adalah Rasulullah berpuasa hari ke-9 dzilhijjah, dan hari ke-10 muharran dan 3 hari pada setiap bulan (hadits shahih riwayat Abu Daud, Ahmad dan Baihaqi). Hadits tsb menunjukkan bhw pelaksanaan puasa-2 tsb terikat dg miqot yamani semua (hari ke-9 dzilhijjah,hari ke-10 muharram/'Asyuura dan 3 hari setiap bulan). Jadi ketika kita berpuasa di indonesia pada tgl 9 dzulhijjah (sesuai dg ketetapan pemerintah) namanya tetap Puasa AROFAh dan bukan Puasa Mina hanya dg alasan orang haji sedang beribadah di Mina, wallahu a'lam bishshawaab